1.1. Tujuan Percobaan
§ Mengetahui
titik ekivalen dan titik akhir pada percobaan titrasi.
§ Mengetahui
indikator asam basa.
§ Mengetahui
normalitas zat yang dititrasi.
1.2. Dasar Teori
1.2.1.
Titrasi
Titrasi merupakan
salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara mereaksikan
larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui konsentrasinya. Prinsip dasar
titrasi asam basa didasarkan pada reaksi
nertalisasi asam basa. Titik equivalen pada titrasi asam basa adalah
pada saat dimana sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa.
Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik equivalen
ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa.
Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH
dimana titik equivalen berada. Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit
untuk diamati, yang mudah diamati adalah titik akhir yang dapat
terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan
pada saat titik akhir titrasi tercapai,
yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak
selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan indikator
yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam lemah dan basa lemah dalam air akan
terurau dengan sempurna. Oleh karena itu ion hidrogen dan ion hidroksida selama
titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang
ditambahkan. Pada titik equivalen dari titrasi asam ke air, yaitu sama dengan
7.
Pada titrasi juga memerlukan Indikator asam-basa untuk mengetahui
konsentrasinya. Indikator asam-basa adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah kecil
ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan
memberikan warna sesuai dengan kondisi [pH] larutan tersebut.
Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam
beberapa kasus, baik reaktan maupun produk telah
memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai "indikator".
Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan
potasium permanganat (merah muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator.
Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai
titik ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan. Titik
ekivalensi diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama
(akibat kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer.
Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat transisi
warna yang sangat tajam; sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir mencapai
titik akhir dapat mengubah nilai pH secara signifikan, sehingga terjadilah
perubahan warna dalam indikator secara langsung. Terdapat sedikit perbedaan
antara perubahan warna indikator dan titik ekivalensi yang sebenarnya dalam
titrasi. Kesalahan ini diacu sebagai kesalahan indikator, dan besar
kesalahannya tidak dapat ditentukan.
Titrasi asam basa disebut juga
titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam basa larutan dapat
ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi asam basa. Volumetri
adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sampel dengan
pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi berdasarkan kesetaraan kimia.
Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang diketahui dari
perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui perhitungan
berdasarkan persamaan reaksi.
Banyak metode yang dapat
digunakan untuk mengindikasikan titik akhir dalam reaksi; titrasi biasanya
menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang berubah warna). Dalam titrasi asam-basa sederhana,
indikator pH dapat digunakan, sebagai contoh adalah
fenolftalein, di mana fenolftalein akan berubah warna menjadi merah muda ketika
larutan mencapai pH sekitar 8.2 atau melewatinya. Contoh lainnya dari indikator
pH yang dapat digunakan adalah metil jingga, yang berubah warna menjadi merah dalam asam serta menjadi kuning dalam
larutan alkali.
1.2.2. Larutan Baku
Larutan baku adalah
larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat 2
macam larutan baku, yaitu:
1.
Larutan baku
primer adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya
melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan
sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan
dilarutkan dalam volume tertentu. Contoh: K2Cr2O7,
AS2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat. Syarat-syarat
larutan baku primer: – mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin
pada suhu 110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni. – tidak
bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara. Zat
tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan
tertentu. Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang
besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan. Zat tersebut
harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih. – reaksi yang berlangsung dengan
pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi
harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
2.
Larutan baku
sekunder adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan
pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri.
Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2
Syarat-syarat larutan baku sekunder: – derajat kemurnian lebih rendah daripada
larutan baku primer – mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan
penimbangan – larutannya relatif stabil dalam penyimpanan.
BAB II
ALAT DAN BAHAN
2.1. Alat yang digunakan
1)
Buret
2)
Pipet tetes
3)
Gelas piala
4)
Neraca
analitik
5)
Spatula
6)
Pipet gondok
7)
Labu ukur
100 mL
8)
Gelas ukur
9)
Batang pengaduk
10) Erlenmeyer
11) Statif
12) Corong
13) Klem buret
2.2. Bahan
1)
Larutan HCl
0,1 N (Hasil pengenceran)
2)
Kristal NaOH
3)
Fenolftalin
(PP)
4)
Akuades
BAB III
METODA KERJA
3.1. Pembuatan Larutan NaOH
· Ambil Kristal NaOH dengan
menggunakan spatula. Timbanglah pada neraca analitik sebanyak Kristal yang akan
dilarutkan ke dalam akuades 100 ml.
· Masukkan Kristal NaOH ke dalam gelas
piala, larutkan dengan sedikit akuades. Aduklah sampai larut sempurna.
· Masukkan larutan NaOH yang telah
encer ke dalam labu ukur menggunakan batang pengaduk dan corong. Bilaslah gelas
piala dengan akuades dan masukan kembali ke dalam akuades, itu bertujuan supaya
tidak ada NaOH yang terbuang.
· Masuak ke dalam labu ukur dan
silarutkan sampai batas dengan menggunakan akuades. Pengenceran ini harus
sekali jadi. Maksudnya jngan sampai menambahkan akuades lebih dari yang
diperlukan sebab hal ini akan menimbulkan kesalahan yang cukup besar. Oleh
karena itu pengenceran harus dilakukan dengan hati-hati, sedikit demi sedikit.
Setelah dekt dengan tanda pada leher labu ukur, dipakai pipet tetes. Tapi
sebelumnya bersihkan dahulu leher labu ukur dengan tisu yang diikatkan pada
batang pengaduk, setelah bersih baru dimasukan setetes demi setets dengan pipet
tetes.
· Kocoklah sebanyak 32 kali sampai
tercampur rata.
3.2. Titrasi Asam-Basa
· Cucilah buret dengan larutan
pencuci. Bilaslah dengan larutan standar yang akan dipakai, yaitu larutan NaOH
0,1 N.
· Isilah buret itu dengan larutan
standar sampai skala 0.
· Pakailah pipet gondok untuk
mengambil 10 ml HCl 0,1 N yang sudah dibuat dari pengenceran tadi.
Masukkan HCl ke dalam Erlenmeyer. Tambahkan beberapa tetep PP. Erlenmeyer ini
harus digoyang-goyangkan perlahan-lahan.
· Titrasi diberhentikan ketika
penambahan setetes NaOH merubah warna merah sangat muda yang tak mau hilang
pada penggoyangan.
· Pekerjaan diulang tiga kali
(triplo).
· Catat berapa ml larutan standar yang
digunakan dengan melihat batas cairan dalam buret.
· Hitung berapa normalitas larutan
yang dititrasi.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
4.1. Hasil Percobaan
4.1.1.
Pembuatan
larutan NaOH 0,1 N
Pada
percobaan pembuatan larutan baku yaitu NaOH 0,1N dibutuhkan NaOH padat sebanyak
0,4 gr. Berikut adalah perhitungannya:
NaOH 0,1N = è mol
= 0,1 N x 1
liter = 0,1 mol
Mol NaOH
= è
gram
= mol
x Mr
= 0,1 x 40
= 4 gram
Maka untuk
melarutkan NaOH dengan 100 mL akuades dibutuhkan NaOH padat sebanyak:
4 x = 4 gram
4.1.2.
Titrasi
Pada
Percobaan yang dilakukan sebanyak 2 kali percobaan (diplo) dengan larutan NaOH
0,1 N, maka didapatkan data dan perhitungan konsentrasi HCl. Berikut data hasil
percobaan.
Tabel Hasil
Percobaan.
Percobaan
|
PP
|
Volume HCl
|
Volume NaOH
|
I
|
3 tetes
|
10 ml
|
11 ml
|
II
|
4 tetes
|
10 ml
|
12 ml
|
10 ml
|
11,5 ml
|
Dari hasil
pengamatan diatas dihasilkan Normalitas larutan HCl yang ditiitrasi dari zat
penitrannya yaitu NaOH 0,1N. Berikut adalah adalah perhitungannya:
V1
N1 = V2 N2
N2 =
N2 = = 0,115 N
Keterangan: V1 = volume larutan asli yang
dipakai
N1 = normalitas asli
V2 = volume larutan yang akan dibuat
N2 = normalitas yang akan dibuat
4.2. Pembahasan
Dalam percobaan titrasi asam basa yang telah saya lakukan, (Titrasi HCl dengan zat titran NaOH),
didapatkan data sebagai berikut:
Reaksi:
HCL(aq) + NaOH(aq) = NaCl(aq) + H2O(l)
Dari reaksi di atas dapat diketahui bahwa perbandingan mol antara HCl dan
NaOH sama sehingga untuk menghitung konsentrasi dari larutan HCl yang
didasarkan atas hasil percobaan, maka dapat digunakan persamaan berikut
ini:
V1
. M1 = V2 . M2
Keterangan: M1 = molaritas asam (HCL)
M2 = molaritas basa kuat (NaOH)
V1 = volume asam
V2 = volume basa
Dalam percobaan ke-1, HCl 10 ml dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalein. NaOH 0,1 M 50 ml dan dimasukkan ke
dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator
berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat konsentrasi
HCl 0,11 M. Sedangkan dalam percobaan ke-2 indikator berubah warna atau titik
akhir titrasi tercapai pada saat konsentrasi HCl 0,12 M. Dari selisih diatas
terjadi sangat sedikit kesalahan ini dikarenakan karena:
1.
Kurang
telitinya dalam melakukan proses titrasi
2.
Adanya
kebocoran pada alat titrasi
3.
Kurang
memadainya alat titrasi, terletak pada angka ketelitian alat.
4.
Kurang
tepatnya pada saat pembuatan HCl, dikarenakan pada HCl pekat tidak terdapat.
5.
label
yangmenunjukan konsentrasi dari HCl.
6.
Terjadi
perubahan skala buret yang tak konstan.
7.
Kurangnya
ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator.
Berdasarkan teori, larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan
menghasilkan garamdan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan
terbentukanya zat baru yang disebut garam yangmemiliki sifat berbeda dengan
sifat zat asalnya (dalam percobaan ini adalah NaCl) . Karena hasil
reaksinyaadalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama
dengan jumlah ion OH- maka reaksiitu disebut dengan reaksi netralisasi atau
penetralan.Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalendengan jumlah
basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi.
Titik ekivalen merupakan keadaan dimana jumlah mol
asam tepat habis bereaksi dengan jumlahmol basa. Untuk menentukan titik
ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa. Ketepatan
pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik
ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau
garam yang terjadi pada saat titik ekivalen. Salah satukegunaan reaksi
netralisasi adalah untuk menentukan konsesntrasi asam atau basa yang tidak
diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa.
Titrasi merupakan cara penentuan konsentrasi suatu larutan
dengan volume tertentu denganmenggunakan larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya dan mengukur volumenya secara pasti. Bilatitrasi menyangkut
titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri. Larutan yang
telahdiketahui konsentrasinya disebut dengan titran.
Titran ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam buret)
pada titrat (larutan yang dititrasi)sampai terjadi perubahan warna indikator.
Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan.Saat terjadi
perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir
titrasi dan diharapkantitik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin
jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen makasemakin besar kesalahan
titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar
warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai.
Perubahan warna pada larutan HCl yang diberi beberapa tetes PP yang semula
berwarna bening menjadi merah muda disebabkan oleh resonansi isomer elektron.
Beberapa indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya akan
menunjukkan warna pada range pH yang berbeda.
Pada titrasi asam kuat digunakan indikator fenolftalein (trayek pH 8,3–10)
karena kesalahannya paling kecil. Dalam titrasi ini titik akhir pH >7 dan
perubahan warna pada titik akhir titrasi adalah merah muda pekat.
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil kegitan praktikum baik dalam pengamatan, perhitungan serta
pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Larutan baku
dibagi 2, yaitu: larutan primer dan sekunder
2.
Larutan baku
dibuat dengan menimbang dan dilarutkan dengan pelarut (akuades)
3.
Konsentrasi
HCl (asam) dapat ditentukan dari proses titrasi dengan mereaksikan HCl (titrat)
dengan NaOH (zat penitrat).
4.
Titrasi
dihentikan ketika warnanya berubah menjadi merah muda dengan bantuan PP.
5.
Volume zat
NaOH digunakan untuk menentukan konsentrasi HCl.0
No comments:
Post a Comment