BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada abad ke XIII M agama Islam mulai
masuk ke Indonesia, dan ada yang berpendapat bahwa penyebaran Islam pertama
kali dilakukan oleh para pedagang dan mubaligh dari Gujarat-India. Sekarang
jumlah umat Islam di Indonesia merupakan yang paling besar dibandingkan umat
Islam di negara-negara lain di dunia ini oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
umat Islam di Indonesia mempunyai peranan yang penting bagi bangsa-bangsa dan
negara-negara Islam lainnya. Lebih-lebih di Indonesia sendiri, umat Islam
merupakan mayoritas penduduk dan mereka bertebaran di segenap pelosok tanah air
serta banyak yang berkumpul dalam berbagai organisasi sosial, pendidikan,
keagamaan, ekonomi, dan politik.
Semenjak datangnya Islam di Indonesia
yang disiarkan oleh para mubaligh khususnya di Jawa oleh Wali Sanga atau
Sembilan Wali Allah hingga berabad-abad kemudian, masyarakat sangat dijiwai
oleh keyakinan agama, khususnya Islam. Sejarah telah mencatat pula, bahwa Islam
yang datang di Indonesia ini sebagiannya dibawa dari India, dimana Islam tidak
lepas dari pengaruh Hindu. Campurnya Islam dengan elemen-elemen Hindu menambah
mudah tersiarnya agama itu di kalangan masyarakat Indonesia, terutama
masyarakat Jawa, karena sudah lama kenal akan ajaran-ajaran Hindu itu.
Sebagian besar tersiarnya Islam di
Indonesia adalah hasil pekerjaan dari Kaum Sufi dan Mistik. Sesungguhnya adalah
Sufisme dan Mistisisme Islam, bukannya ortodoksi Islam yang meluaskan
pengaruhnya di Jawa dan sebagian Sumatera. Golongan Sufi dan Mistik ini dalam
berbagai segi toleran terhadap adat kebiasaan yang hidup dan berjalan di tempat
itu, yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan ajaran-ajaran tauhid.
Sebelumnya, masyarakat sangat kuat
berpegang teguh pada Agama Hindu dan Budha. Setelah kedatangan Islam, mereka
banyak berpindah agama secara sukarela. Tetapi sementara itu mereka masih
membiasakan diri dengan adat kebiasaan lam, sehingga bercampur-baur antara adat
kebiasaan Hindu-Budha dengan ajaran Islam. Hal tersebut berlangsung dari abad
ke abad, sehingga sulit dipisahkan antara ajaran Islam yang murni dengan
tradisi peninggalan Hindu atau peninggalan agama Budha. Dan tidak sedikit
tradisi lama berubah menjadi seakan-akan “Tradisi Islam”. Seperti kebiasaan
menyelamati orang yang telah mati pada hari ke:7, 40, 1 tahun dan ke 1000-nya
serta selamatan pada bulan ke-7 bagi orang yang sedang hamil pertama kali,
mengkeramatkan kubur seseorang, meyakini benda-benda bertuah dan sebagainya.
1.1. sosial dan budaya
Dalam bidang
tasawuf biasa nya membentuk suatu orde yang di sebut tarekat (thariqah) .
tarekat yang populer di indonesia adalah tarekat naqsyabandiyah syattriyah dan
kadariyah. Dimana masing masing mempunyai syeh di timur tengah . Tarekat itu
sendiri adalah jalan , orde yaitu maksud tarekat yang bersangkutan mengaku
dapat memberi jalan bagi penganut nya untuk mendekat kan diri kepada sang pencipta
nya malahan melebur menjadi setu dengan pencipta nya . Jalan ini dapat di ajar
kan oleh syeh bersangkutan , yaitu kepada orde yang biasa di bantu oleh
beberapa asisten yang di sebut khalifah
(wakil).
Pada umun nya
tarekat yang masih belaar terdiri dari orang orang yang mengetahuii juga ala
kadar nya tentang islam. Kebanyakan terdiri dari orang orang yang telah matang
, malahan dari ornag orang yang telah berumur . Maka tinggal lah mereka untuk
beberapa minggu lamanya pada pusat latihan bertarekat itu, atau mereka berkunjjungi pusat pusat latihan
itu pada waktu waktu tertentu dimana meraka mematuhi peraturan ter tentu yang
berlaku dalam tarekat masing masing , ada di antara nya yang membatasi jenis
makanan dan minuman, ada juga menbagi waktu dengan cermat tiap bagian di peruntukan bagi amalan
tertentu. sedangkan keseluruhan hidup selama latihan tersebut umun nya di
sediakan untuk zikir dan wirid.
Zikir adalah
mengingat, menyebut nama allah berkali-kali. Wirid adalah zikir yang
mempergunakan kalimat kalimat tertentu berulang ulang. Menyabut nya sepuluh,
seratus, bahkan ribuan kali.dalam tarekat kedudukan guru sangat penting hal ini dappat di lihat dalam ajran wirid
yang mengharuskan si murid mengenang Tuhan dengan mengingat sang guru sehingga
guru tersebut bertindak sebagai perantara. Bentuk lain cara bertarekat adalah
suluk dimana selam 40 hari hari berturut turut mengisolasi diri mereka dari
dunia luar dan tingkah atau perbuatan di jaga keras.
1.2 Pembaharuan Dalam Bidang Pendidikan
Dalam
lapangan pendidikan di indonesia pada awal abad ke11 hingga abad ke 19 adalah
di dominasi oleh fiqih dan tasawuf dalam lapangan fiqih buku buku karangan iman
syafi i yang merupakan kan pesantren dan surau. Oleh sebad itu guru atau kiyai
juga mencukupi pegagan mereka pada bukubuku yang di tulis kemudian yaitu syarah
(komentar) dari buah pikiran iman syafi i. Contohnya kitab tuhfah dan nikayah ,
buku yg di gemari oleh lembaga pengajaran tradisional yang di tulis oleh ibnu
hajjar al-Hatitami dan A- Ramli yang
merupakan komentar dari kitab minhajul al talibi karangan imam nawawi .
Pendidikan
yang ada pada masyarakat indonesia . Seperti di ketahui bahwa pendidikan dasar
di indonsia pada saat itu : pendidikan keluarga ketika si anak berusia baru 4
sampai 5 tahun keahlian yang di berikan pada usia itu adalah membaca al quran
selain itu si anak jjaga mengji kepada guru ngaji yang mempergunakan rumah nya sebagai tempat mengaji atau
mengunkan langgar kampung yang bersangkutan sebagai sekolah dalam tingkat
mempelajari al quran agar dapat membaca dan mengulanginya.
Pelajaran
dasar tersebut biasanya di berikan pada waktu petang atau malam hari hal ini di
karenakn anak anak kampung membantu orang tua nya pada pagi hari dan siang
hari. Baik di swawh, kebun atau ladang demikian juga sang guru ngaji jjaga
harus mencari nafkah pada pagi dan siang hari. Mereka yang ingin memperdalam
ilmu agama maka mereka harus merantau dan mengunjungi pesantren dan surau surau
. di tempat yang baru mereka dapat mulia mempelajari bahasa arab, uhul fiqih,
fiqih yang di tulis dalam bahasa arab. Untuk memperoleh ilmu yang memadai
seorang santri biasanya belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.
KH Ahmad Dahlan Dan Muhammadiyah
2.1 KH Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir
di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1968 dan meninggal pada tanggal 25 Februari
1921. Ia berasal dari keluarga yang didaktis dan terkenal alim dalam ilmu
agama. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar
KratonYogyakarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim yang
pernah menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta.
Muhammmad
Darwis tidak sekolah, melainkan belajar mengaji Al-Qur’an dan Dasar-dasar ilmu
agama Islam pada ayahnya sendiri. Pada usia delapan tahun ia telah lancar
membaca Al-Qur’an hingga khatam. Selanjutnya ia belajar fiqh kepada K.H Moh.
Saleh, dan Nahwu kepada K.H Muhsin, keduanya adalah kakak ipar Darwis. Ia juga
berguru pada K.H Muh Nur dan K.H Abd.Hamid dalam berbagai ilmu.
Ia menunaikan
ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut
ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Ia juga belajar kepada
K.H Mahfud Termas, K.H Nahrowi Banyumas, K.H Muh Nawawi Banten dan juga kepada
para ulama Arab di Masjidil Haram. Di sinilah ia berinteraksi dengan
pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh,
al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam
ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Ia juga mendatangi ulama madzab
Syafi’i Bakhri Syata’ dan mendapat nama Haji Ahmad Dahlan dari beliau.
Pada usia 20
tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad Dahlan.
Sepulangnya dari Makkah ini, ia pun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan
Kesultanan Yogyakarta. Haji Ahmad Dahlan pulang pada tahun 1891.
Sepulangnya dari haji ia dipercaya mengajar santri dewasa sehingga ia dipanggil
KH. Ahmad Dahlan. Pada tahun 1896 M, KH, Abubakar wafat jabatan dilimpahkan
kepada KH. Ahmad Dahlan dengan gelar Khatib Amin , yang diberi tugas :
- Khutbah
Jum’ah saling berganti dengan kawannyan delapan orang Khtib
- Piket
di serambi masjid dengan kawannya enam orang sekali seminggu
- Menjadi
anggota Raad Agama Islam Hukum Keraton
Usaha pertama yang dilakukan Khatib Amin dalam
dakwahnya yaitu beliau ingin menerangkan arah kiblat shalat yang sebenarnya,
usaha-usaha awalnya dirintis dengan penyebaran informasi kepada para ulama
trerbatas yang telah sepaham di sekitar Kauman itupun memakan waktu hampir
setahun. Kemudian hendak mengundang 17 ulama dari luar Yogyakarta untuk
memusyawarahkan soal arah kiblat shalat di surau Kkatib Amin KHA. Dahlan mereka
dimimta membawa kitab tentan arah kiblat. Musyawarah tersebut berlangsung pada
tahun1898 meskipun tidak didapatkan kesepakatan pendapat itu sudah dianggap ada
kemajuan positif karena jalannya musyawarah berjalan sopan dan tidak gaduh.
Tahun 1898 selam tiga bulan Khatib Amin merenovasi dan memperluas surau
peninggalan ayahnya dengan sekaligus dihadapakan ke arah kiblat. Namun banyak
orang tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Khatib Amin sehingga surau yang
baru diluas dan direnovasi dirobohkan oleh sepuluh orang utusan Kyai Penghulu.
Setelah tiga tahun peristiwa tersebut, Khatib Amin tetap menekuni pekerjaan
dinasnya maupun mengajar murid-muridnya di surau barunya.
Pada Tahun 1889, ia
menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil,
yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan
pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan
mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan
Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Di samping itu,
KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga
pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga
mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan
Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai
Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Merasa ilmunya masih
kurang Khatib Amin berangkat haji untuk kedua kalinya (1902-1904) yang
direkayasa oleh pemerintahan kesultanan. Masalah kiblat masjid besar dan
pembongkaran surau Khatib Amin itu merupakan manifestasi pertentangan antara
faham islam tradisional dan faham pembaharuan dalam islam. Untuk menghindari
ketegangan pemerintah kesultanan mengirim Khatib Amin ke Mekkah selama dua
tahun. Ia studi lanjut tentang berbagai ilmu islam kepada para gurunya sewaktu
haji pertama dulu, juga kepada yang lain. Dalam hal ini beliau belajar ilmu
fikih kepada Syekh Saleh Bafedal, Syekh Sa’id Yamani, dan Syekh Sa’id Bagusyel ilmu
hadist kepada mufti Syafii ilmu Falak kepada Kyai Asy’ari Bawean dan ilmu
qiraat kepada Syekh Ali Misri Mekkah. Kecuali itu juga bersahabat akrab dengan
para ulama Indonesia yang lama bermukim disana seperti Syeh Ahmad Khatib
(Minangkabau), Kyai Nawawi (Banten), Kyai Mas Abdullah (Surabaya), KH.Fakih
(Maskumambang) berbagai maslah sosila keagamaan dialami di tanah air dijadikan
topic diskusi mereka.
Sepulang dari haji yang
kedua ini KHA. Dahlan membangun pondok untuk menampung murid-muridnya yang
berasal dari luar kota Yogyakarta dan kota-kota di Jawa Tengah. Para muridnya
diberi ilmu falak, tauhid dan tafsir dari Mesir.
Pekerjaan KHA. Dahlan
sebagai Khatib Masjid Besar tidak banyak menyita waktu. Giliran berkhutbahnya
rata-rata dua bulan sekali dan piketnya di Serambi Masjid Besar itu hanya
seminggu sekali. Karena banyak waktu luang ia gunakan untuk berdagang batik ke
kota-kota di Jawa dan diberi modal orang tuanya sebanyak F.500,- namun sebagian
uangnya digunakan untuk membeli kitab-kitab islam. Dalam perjalanan dagang ia
selalu memerlukan singgah silahturahmi kepada alim setempat, membicarakan
perihal agama islam dan masyarakatnya.
Pada tahun
1909 KHA. Dahlan bertamu ke rumah Dr. Wahidin Sudirohusodo di Ketandan,
Yogyakarta. Ia menanyakan berbagai hal tentang Budi Utomo dan tujuannya.
Setelah mendengar jawaban lengkap dan menurut pikirannya secara umum sesuai
dengan cita-citanya, maka ia menyatakan ingin menjadi anggota. Dalam organisasi
ini KHA. Dahlan dimohon untuk memberikan santapan rohani islam pada setiap
akhir rapat pengurus.
Pada tahun
1910 ia pun menjadi anggota ke 770 perkumpulan Jami’at Khair Jakarta. Yang
menarik hatinya selain perkumpulan ini “membangun sekolah-sekolah agama dan
bahasa arab serta bergerak dalam bidang social, juga sangat giat membina
hubungan dengan pemimpin-pemimpin di Negara-negara Islam yang telah maju. Arti
penting KHA. Dahlan memasuki Jami’at Khair ini karena “ialah yang memulai
organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat islam (dengan anggaran dasar,
daftar anggota yang tercatat, rapat-rapat yang berkala), dan mendirikan suatu
sekolah dengan cara-cara yang banyak sedikitnya telah modern.
Ia menyadari
bahwa usaha perbaikan masyarakat itu tidak mudah jika dilaksanakan
sendirian jadi harus berorganisasi dan bekerja sama dengan orang lain.
Selain di Budi Utomo KHA. Dahlan berkinginan untuk mengajar di Kweekschool
Gubernamen Jetis yang dikepalai oleh R. Boediharjo yang juga pengurus dari Budi
Utomo. Ia mengajar setiap sabtu sore dengan metode induktif, ilmiah, naqliah
dan Tanya jawab dan ternyata sangat menarik minat murid-muri di sana. Dengan
pengalaman mengajar di Kweekschoolselam setahun ia terdorong untuk mendirikan
sekolah di rumahnya dengan peralatan seadanya. Mula-mula mendapatkan delapan
orang murid dan setiap bulan bertambah tiga orang. Pada awal bulan keenam
muridnya menjadi duapuluh orang, ia sendiri yang menjadi guru agamanya mengajar
pada waktu pagi. Setelah mendapat bantuan guru dari pengurus Budi Utomo cabang
Yogyakarta untuk mengajarkan ilmu-ilmu sekolah biasa sekolah tersebut masuk
siang pukul 14.00 sampai pukul 16.00. Sejak itu muridnya bertambah sehingga
kelasnya harus dipindah ke serambi rumah yang lebih luas. Pada tanggal 1
Desember 1911 sekolah tersebut diresmikan dengan nama Sekolah Ibtidaiyah
Diniyah Islamiyah berdirinya sekolah tersebut mendapat reaksi kersa dari
masyarakat namun KHA. Dahlan hanya membalas dengan senyuman.
Sebagai
seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah
nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :
“Wahai Dahlan, sungguh di
depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau,
yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat,
tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau
bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan
engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari
sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan
tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).
Dari pesan
itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk
mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang
harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah,
amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan
yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah.
Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus
mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus
diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang
sistematis dan kolektif.
2.2 Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Pada tahun
1912 K.H Ahmad Dahlan memutuskan untuk mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah.
Ia bermaksud agar gagasan dan pokok-pokok pikiran beliau dapat diwujudkan
melalui persyarikatan yang beliau dirikan. Beliau menyadari bahwa gagasan dan
pokok-pokok pikiran itu tidak mungkin dapat diwujudkan oleh orang seorang
secara sendiri-sendiri termasuk oleh beliau sendiri, tetapi harus oleh
sekelompok orang yang menyetujui gagasan dan pokok-pokok pikiran beliau untuk
membentuk sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah. Atas dasar ini dapat
difahami, kalau apa yang semula merupakan gagasan dan pokok-pokok pikiran
pribadi K.H. A.Dahlan itu dikemudian diintegrasikan menjadi gagasan dan
pokok-pokok pikiran Muhammadiyah.
Dia memulai
oganisasi dengan bentuk modern dengan masyarakat islam (dengan anggaran dasar,
daftar anggota yang tercatat, rapat-rapat berkala), dan mendirikan suatu
sekolah dengan cara-cara banyak sedikitnya modern.(Deliar Noer: op.cit). Dari
pengalaman itu, ia menyadari bahwa usaha perbaikan masyarakat itu tidak mudah
jika dilaksanakan sendrian. Jadi harus berorganisasi bekerjasama dengan orang
banyak. Usaha pendidikan itu pada suatu ketika setelah selesai memyampaikan
santapan rohani pada rapat pengurus Budi Utomo cabang Yogyakarta, ia
menyampaikan keinginan mengajarkan agama islam kepada para siswa Kweekschool
Gubernamen Jetis yang dikepalai oleh R.Boediharjo, yang juga menjadin anggota
pengurus Budi Utomo. Dan hal ini disetujui, asal diluar pelajaran resmi.
(Sosrosugondo, KHA.Dahlan, bapak dan pendiri muhammadiyah, Bag.III Adil
No.5o,1939) Pelaksanaanya pada setiap sabtu sore dengan metode induktif,
ilmiah, naqliah dan tanya jawab. Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang
besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang
baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk
kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan
membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing
mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian,
untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai
kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah)
kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis.
Sesuai dengan
pendirin dan sikap K.H A.Dahlan yang lebih suka mewujudkan gagasan dan
pokok-pokok pikirannya melalui tindakan nyata daripada melalui pembicaraan dan
tulisan, maka pada awal perjalanannya, Muhammadiyah sangat miskin dengan
rumusan formal mengenai apa yang menjai gagasan dan pokok-pokok pikiranyang
ingin diperjuangkan dan diwujudkan. Rumusan formal yang ada barangkali hanya
dijumpai pada Anggaran Dasar atau Statuta Muhammadiyah.
Pada proses
perjalanannya, setelah Muhammadiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat,
baik secara vertical maupun horizontal, dengan permasalahan dan tantangan yang
semakin bertambah berat dan kompleks, maka dirasa perlu pelembagaan gagasan dan
pokok-pokok pikiran itu dalam rumusan formal, yang dihasilkan melalui
forum-forum permusyawaratan yang bersifat legislasi, seperti Muktamar dan
Tanwir.
Dari hasil
pengamatan setidak nya ada 2 faktor yang melandasi berdirinya muhammadiyah
yaitu faktor internal dan faktor eksternal
faktor internal adalah yang berkaitan dengan kondisi keagamaan di kaum
muslimin indonesia sendidri sedangkan faktor eksternal adalah yang berkaitan
dengan politik islam belanda terhadap kaum muslimin di indonesia dan pengaruh
ide dan gerakan pembaharuan islam di timur tengah.
2.2.1
Faktor internal
Kehidupan
agama yang tampak ketika di tanah air adalah campuran (sinkretisme) antara
kepercayaan tradisional yang telah menjelma menjadi adap kebisaan yang bersifat
agamis dengan bentuk mistis yang di jiwai oleh agama hindu kemudai islam datang
pada abad vI atau Vlll masehi. Maka sinkretisme itu bertambah dengan unsur
Islam masuk ke indonesia. Islam masuk ke
Indonesia dibawa oleh saudagar – saudagar dari Gujarat, kebanyakan mereka
adalah kaum sufi, berbeda dengan
ulama ahli fiqih, Ikaum sufi berwatak
lebih toleran kepada adat istiadat
setempat. Faktor ininlah yang
menguntungkan bagi tersebarnya di indonesia terutama di pulau jawa. Dengan
toleransi tradisi tradisi setempat menambah parahnya terjadi sinkretisme.
Terlepas dari
berat ringannya kadar terjadinya sinkinisme
agama, fenomena yang jelas meunjukkan telah menyimpangnya kehidupan
keagamaan kaum muslimin di indonesia saat itu dari ajaran islam yang murni.
Inilah faktor yanf mendasari berdirinya Muhammadiyah.
2.2.2
Faktor Eksternal
a. Politik belanda terhadap kaum muslimin di indonesia
Politik
Belanda sangat bermusuhan kepada Islam dan umat – umat Islam di Indonesia,
karena pemerintah belanda merasa bahwa gerakan Islam akan sangat membahayakan
dirinya. Pemerintahan Kolonial Belanda, sesuai dengan politik induknya
akhirnya membantu kaum adat untuk bersama-sama menumpas kaum pembaharu. Sungguh
pun kaum militer Padri dapat dikalahkan, tetapi semangat pemurnian Islam dan
kader-kader pembaharu telah ditabur yang kemudian pada kenmudian hari banyak
meneruskan usaha dan perjuangan mereka. Diantaranya, Syekh Tohir Jalaludin,
setelah kembali dari Mekah dan Mesir bersama-sama dengan Al Khalili
mengembangkan semangat pemurnian Agama Islam dengan menerbitkan majalah Al Imam
di Singapura.
Pada saat itu juga, di Jakarta
berdiri Jami’atul Khair pada tahun 1905, yang pada umumnya beraggotakan
peranakan Arab. Organisasi Jami’atul Khair ini dinilai sangat penting karena
dalam kenyataanya dialah yang memulai dalam bentuk organisasi dengan bentuk
modern dalam masyarakat Islam (dengan anggaran dasar, daftar anggota yang
tercatat, rapat-rapat berkala) dan mendirikan suatu sekolah dengan cara-cara
yang banyak sedikitnya telah modern. Di bawah pimpinan Syekh Ahmad Soorkati,
Jami’atul Khair banyak mengadakan pembaharuan dalam bidang pengajaran bahasa
Arab, pendidikan Agama Islam, penyiaran agama, dan banyak berusaha mewujudkan
Ukhuwah Islam.
Adapun
realisasi politik islam belanda antara lain ialah membatasi setiap aktivitas
kaun muslimin , seperti membatasi kaum muslimin untuk mendirikan organisasi
politik, disensornya penerbitan yang datang dari luar , dan di batasi nya
jamaah haji indonsia ke tanah suci tetapi politik islam belanda itu tidak ada
guna nya pada kenyataan nya walau pun di sensor teap majjalah majjalh asal timur
tengah seperti al urwat, al wusqa , al siyasah, al liwa bisa masuk secara
rahasia melalu pelabuhani tuban jawa timur . Demikian juga dengan pembatasan
jamaah haji malah mengobarkan kemarahan kaum muslimin terhadap koloonial
belanda sehingga terjadi pembrontakan pembrontakan di bawah panji panji islam
b. Pengaruh Ide dan Gerakan Pembaharuan di
Timur Tengah
Orang orang indonesia yang pulang dari naik hajji
di mekah mempunyai orientasi terhadap kepercayaan dan praktek praktek agama
seperti yang telah di pegang nya di tanah suci, seperti di ketahui usaha usah
membersihkan agama islam dari anasir anasir yang bukan islam sedang di jalankan
denga sengit nya di mekah
Khusus
tentang haji nya KH. Ahmad dahlan dan
tinggal di mekah untuk study islam menjadi kan beliau terbisa dengan ide
pembaharuan pengamatyan langsung di pusat islam yaitu mekah yang banyak
terpengaruh dengan ide pembaharuan ini , akhirnya mendorong KH. Ahmad dahlan untuk mendirikan kan gerakan
pembaharuan islam indonesia yaitu muhammadiyah.
c. Tujuan di Dirikannya Muhammadiyah
Maksud dan tujuan muhammadiyah
sering mengalami perubahan karna tuntutan sejarah memang harus begitu sesuai
dengan perkembangan dandinamika pertumbuhan muhammadiyah . tetapi sebetul nya yang berubah hanyalah
segi redaksional nya , sedang kan isis dan jiwa nya tidak berubah yaitu identitas
muhammadiyah sebagai gerakan islam
Pada waktu permulaaan berdirinya
muhammdiyah dan waktu itu muhammadiyah baru ada di daerah Yogyakarta , maksud
dan tujuan muhammadiyah di rumuskan sebagai berikut:
1. Menyebarkan ajaran nabi Muhammad SAW kepada
penduduk pribumi di residen Yogyakarta
2. Memajukan hal agama islam
kepada annggota anggota nya
Setelah muhammdiyah meluas sampai
ke luar Yogyakarta dengan berdirinya cabang di wilayah hindia belanda
(Indonesia) maka tujuan muhammadiyah di sempurnakan lagi menjadi:
1.
Memajukan
pengajaran dan pelajaran agama islam di hindia belanda
2.
Memajukan
hidup sepanjang kemauan agama islam kepada sekutu sekutunya
Pada kongres
muhammadiyah yang pertama di zaman kemerdekaan atau pada muktamar muhammadiyah
yang ke 31 tahun 1950 di Yogyakarta rumusan tujuan muhammadiyah di sempurnakan
sehingga lebih sesuai dengan jiwa dan gerak muhammadiyah yang sesungguh nya
maka tujuan muhammmadiyah berubah menjadi :“maksud dan tujuan persyarikatan
ialah menegak kan dan menjunjung tingi agamaislam sehingga terwujud masyarikat islam
yang sebenar benarnya “
Pada tahun
1985 yaitu muktamar ke 41 di solo yang berlangsung tanggal 7-11 desember,
muhammadiyah menyesuaikan diri dengan UU NO.8 tahun 1985 yang mengharuskan tiap
organisasi kemasyarakatan mencantumkan pancasila sebagai satu satunya azas .
maka rumusan maksud muhammadiyah dan tujuan muhammadiyah berubah menjadi
sebagai berikut: “maksud dan tujuan persyarikatan ialah menengakkan dan
menjunjung tinggi agama islam sehingga terwujud masyarakat utama , adil dan
makmur yang di ridhai allah subhannahu wa ta’ aala.
BAB
III
PENUTUP
3.
Kesimpulan
Latar
belakang sosial, budaya dan pendidikan menjadi pengaruh perkembangnya
pembaharuan islam di pulau Jawa. Muhammadiyah didirikan oleh seorang bernama
Muhammad Darwis, atau lebih kita kenal dengan nama Ahmad Dahlan. Ahmad Dahlan
lahir di kampung Kauman, Yogyakarta, pada tahun 1868 M. Ayahnya bernama K.H
Abubakar, seorang khatib Masjid Gedhe kesultanan Yogyakarta. Ibunya bernama
Siti Aminah, putri penghulu kesultanan Yogyakarta. Ia merupakan anak ke-empat
dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali
adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari
Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara
Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan
Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah(Yunus
Salam, 1968: 6):
Dari hasil pengamatan setidak
nya ada 2 faktor yang melandasi berdirinya muhammadiyah yaitu faktor internal
dan faktor eksternal faktor internal
adalah yang berkaitan dengan kondisi keagamaan di kaum muslimin indonesia
sendidri sedangkan faktor eksternal adalah yang berkaitan dengan politik islam
belanda terhadap kaum muslimin di indonesia dan pengaruh ide dan gerakan
pembaharuan islam di timur tengah.
3.2
Saran
Saran kami selaku pembuat makalah
adalah kita tidak melupakan bagai mana Islam itu masuk Ke Indonesia, dan sebagai
generasi penerus kita harus tahu bagai mana pembaharuan itu dapat terjadi dari
masa ke masa, dengan moderenitas para pendahulu terutama tokoh – tokoh
Muhammadiyah dapat melakukan pembaharuan – pembaharuan yang bertujuan
memajukkan islam itu sendiri, kita juga bisa ikut dalam peran pembaharuan islam
di zaman moderen ini.
No comments:
Post a Comment